Admin

14 Oktober 2025

91 melihat

Akulturasi dalam Ragam Warna Budaya Kaltim: Fakultas Ilmu Budaya Gelar Seminar dan Berbenah Kebudaya

Samarinda, 14 Oktober 2025 – Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Mulawarman melalui Badan Eksekutif Mahasiswa kembali menunjukkan komitmennya dalam memperkuat kesadaran budaya di Bumi Etam melalui rangkaian Malam Budaya Akultur Sandyaraya 2025. Salah satu agenda utamanya adalah Seminar dan Berbenah Kebudayaan bertajuk “Menyelami Dampak Proses Akulturasi Kebudayaan Kalimantan Timur.”

Kegiatan ini diselenggarakan di Aula A6 Fakultas Ilmu Budaya dan menjadi bagian dari puncak perayaan budaya tahunan Fakultas Ilmu Budaya Unmul. Acara ini dihadiri oleh civitas akademika, para budayawan, serta mahasiswa dari berbagai program studi seperti Sastra Inggris, Sastra Indonesia, Seni Tari, dan Etnomusikologi. Seminar ini menjadi wadah bagi mahasiswa untuk memahami lebih dalam tentang dinamika akulturasi budaya di Kalimantan Timur, sekaligus bentuk nyata kepedulian Fakultas Ilmu Budaya Unmul dalam meneguhkan identitas budaya daerah.

Kegiatan dibuka secara resmi oleh Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Budaya, Dr. Ahmad Mubarok, S.Pd., M.Hum., melalui pemukulan gong sebagai simbol dimulainya rangkaian kegiatan budaya dan pembelajaran lintas generasi. Dalam sambutannya, beliau berharap mahasiswa bisa mengambil banyak ilmu tentang budaya budaya yang ada di Kalimantan Timur.

Seminar yang dipandu oleh Saferi Yohana, M.A., dosen Etnomusikologi dan Tari FIB UNMUL, menghadirkan tiga narasumber yang memiliki kiprah penting dalam bidang kebudayaan, yaitu Roedy Haryo Widjono AMZ, Dr. (HC) Elansyah Jamhari, S.Pd., M.A., dan Syafruddin Pernyata.

Dalam pemaparannya, Roedy Haryo Widjono, AMZ., menyoroti bagaimana akulturasi telah lama hidup di tengah masyarakat Kalimantan Timur. Ia menyampaikan bahwa akulturasi ini ada di sini, ada banyak generasi yang ada di ruangan ini. Beliau memberikan banyak contoh buku yang membahas suku-suku di Kalimantan dan menjelaskan sejarah dari suku-suku seperti Berau dan Kutai. Menurut Roedy, konflik antarbudaya justru menjadi hal yang ironis karena pada dasarnya masyarakat Kalimantan Timur telah saling bertemu dan berbaur secara kultural sejak lama.

Selanjutnya, Dr. (HC) Elansyah Jamhari, S.Pd., M.A., memaparkan hasil kajiannya mengenai akulturasi budaya Banjar dan Kutai yang tercermin dalam seni teater Sandima di Kota Samarinda. Ia menjelaskan bahwa bentuk kesenian seperti mamanda dan mamande menjadi representasi dari proses akulturasi yang panjang dan tidak bisa dipaksakan. Menurut Elansyah, Sandima menggambarkan seni dan budaya yang menyatukan perbedaan dan menjadi simbol keharmonisan di tengah keberagaman masyarakat.

Sementara itu, Syafruddin Pernyata, yang merupakan sastrawan, menegaskan bahwa Kutai merupakan simpul keberagaman budaya di Kalimantan Timur. Ia menuturkan sejarah kedatangan suku-suku lain seperti Bugis dan Jawa yang berperan dalam membentuk identitas budaya Kutai. Ia menambahkan bahwa akulturasi merupakan hal yang wajar dan alamiah; justru menjadi janggal apabila perbedaan budaya menimbulkan pertikaian.

Sesi diskusi berjalan hangat dengan partisipasi aktif dari mahasiswa yang menyampaikan pertanyaan mereka tentang memahami akulturasi juga akar budaya lokal. Para narasumber menanggapi dengan perspektif yang beragam, menekankan bahwa generasi muda memiliki peran strategis dalam menjaga keberlanjutan nilai-nilai budaya di tengah perubahan zaman.

Melalui Seminar dan Berbenah Kebudayaan ini, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman berharap mahasiswa dapat memperluas wawasan sekaligus menumbuhkan rasa bangga terhadap budaya Kalimantan Timur. Kegiatan ini juga menjadi momentum bagi dunia akademik untuk memperkuat kolaborasi dengan para pelaku budaya dalam upaya melestarikan dan mengembangkan warisan budaya lokal agar tetap relevan di masa kini.